Pemahaman Tri Hita Karana sebagai Roh Subak Perlu Dievaluasi

  • 25 Januari 2020
  • 00:00 WITA
  • News

Balitopnews.com, Tabanan - Seorang tokoh Tabanan yakni I Gusti Kade Heryadi Angligan atau lebih dikenal dengan sebutan Hery Angligan sangat peduli dengan dunia pertanian. Seringkali ia turun langsung untuk mendengarkan keluh kesah para petani, seperti saat ia menemui sekumpulan petani di Desa Babahan, Penebel, baru-baru ini.

Dalam kesempatan tersebut, para petani mempermasalahkan kecilnya debit air saat musim kemarau. Kondisi tersebut diakui oleh para petani cukup menyulitkannya  dalam mengolah lahannya.

Salah satu petani setempat yang namanya enggan dikorankan pada kesempatan tersebut mengatakan, kecilnya debit air dikarenakan adanya perjanjian antara subak dan PDAM yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan perjanjian tersebut. Sehingga ini disebutkannya merugikan para petani.

Menanggapi hal tersebut Hery Angligan berjanji akan membantu menjembatani para petani tersebut dengan cara mengkomunikasikan dengan dinas yang terkait baik di Pemda Tabanan maupun Pemprov Bali. Menurutnya, saat ini yang perlu dilakukan adalah memikirkan cara agar peran dari konsep Catur Warna yang dibuat leluhur dahulu dapat berjalan beriringan.

"Petani sebagai warna Sudra sebaiknya fokus dalam berproduksi. Mulai dari membuat bibit,  cara mengolah lahan dan lain sebagainya.  Biarkanlah warna Wesya yang kemudian memikirkan cara untuk berdagang, mecari pasar dan memutar perekonomian lokal," sebutnya.

Heryadi Angligan menambahkan, hulunya hulu dari pertanian itu adalah petani itu sendiri. Maka, sebagai warna sudra juga perlu pemahaman dan keinginan untuk berkembang dan  beradaptasi menyesuaikan situasi dan kondisi. Ketika air menjadi suatu kendala utama, maka karakter pertanian harus bisa menyesuaikan.

Dijelaskannya, pemanfaatan lahan sekecil apapun juga harus dikembangkan, misalnya dengan menanam nanas atau pisang di pematang sawah atau di tepi pematang.

Lalu warna Brahmana tugasnya adalah memberikan tuntunan dan mendoakan agar tercipta keselarasan antara manusia dan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. Terakhir, warna Kesatria bertugas memastikan agar semua peran dari masing - masing warna tersebut berjalan dengan baik, sehingga konsep Tri Hita Karana yang menjiwai Subak di Bali teraplikasi dengan baik.

"Pertanyaan tiang mangkin, sudahkah kita memahami dan melakukan itu dengan benar? Jangan - jangan pemerintah juga ikut jadi pedagang karena ingin dapat bonus. Jangan - jangan petani juga ikut mikirin pasar. Kalau begitu, siapa kemudian yang membuat inovasi bibit, pupuk dan lain sebagainya?" kritiknya.

Menurutnya, penjiwaan masyarakat terhadap konsep Tri Hita Karana yang menjadi ruh Subak itu saat ini masih kurang, sehingga perlu kita evaluasi kembali.(Balitpnews.com/ngr) 

 


TAGS :

Komentar