Tutup Celah Reklamasi, Gubernur Bali Surati Presiden RI

  • 28 Desember 2018
  • 12:24 WITA
  • News

Gubernur Koster saat menyerahkan surat pengajuan usulan perubahan atas Perpres No. 51 Thn. 2014, diterima langsung oleh Sekertaris Kabinet, Pramono Anug (Foto: Balitopnews.com)

BALITOPNEWS.COM, DENPASAR - Terbitnya surat ijin lokasi Amdal Reklamasi Teluk Benoa (RTB) yang dikeluarkan oleh Kementrian Kelautan and Perikanan (KKP) beberapa waktu lalu telah memunculkan keriuhan.

Banyak yang menyangka bahkan ada yang sengaja memlintir bahwa surat yang diterbikan tersebut adalah ijin untuk melakukan reklamasi. Sehingga terbitnya surat terasebut membuat ramai ruang publik masyarakat Bali.

Menyikapi hal tersebut Gubernur Koster kembali mempertegas komitmennya dalam mendukung aspirasi masyarakat Bali yang ingin upaya RTB tersebut dihentikan.

Gubernur Koster hari ini, Jumat (28/12/2018) bersurat secara resmi kepada Presiden RI perihal usulan revisi Perpres No. 51 Tahun 2014. Surat tersebut bahkan dikirim langsung oleh Gubernur sendiri dan diterima langsung oleh Sekertaris Kabinet, Pramono Anung.

"Saya sendiri yang akan kawal surat ini langsung ke Presiden dan responsnya cukup baik, akan diproses secepatnya," jelas Gubernur Koster yang langsung bertolak ke Bali usai bertemu Pramono Anung, Jumat, 28 Desember 2018.

Ada 2 hal yang diajukan dalam surat tersebut untuk merevisi Perpres No. 51 Tahun 2014 yakni, yang pertama mengubah Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan.

Khususnya, yang berkaitan dengan Kawasan Perairan Teluk Benoa di luar peruntukan fasilitas umum seperti pelabuhan, bandar udara dan jaringan jalan, agar ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim untuk perlindungan adat dan budaya maritim masyarakat Bali yang berdasarkan Tri Hita Karana.

Kedua, meminta agar Presiden memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak menerbitkan ijin lingkungan (Amdal) bagi setiap orang yang mengajukan permohonan ijin pelaksanaan reklamasi di Perairan Teluk Benoa di luar peruntukan fasilitas umum yang dibangun pemerintah, karena tidak selaras dengan adat dan budaya masyarakat Bali.

"Sekarang sudah jadi gubernur harus ambil posisi tegas, kalau sebelumnya janji kampanye, dan sekarang harus lihat konten Perpres karena ini yang membuka ruang untuk reklamasi," ujar Gubernur demikian.

Disebutkan Koster, ketentuan Perpres No. 51 Tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan, antara lain UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang pada intinya, mengatur penataan ruang di wilayah darat.

Sedangkan kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan perairan yang diatur dengan UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Selain itu, berdasarkan Keputusan Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat Nomor 03/Sabha Pandita Parisada/lV/2016, tanggal 9 April 2016, bahwa Kawasan Perairan Teluk Benoa merupakan kawasan suci dan tempat suci meliputi, Kawasan suci pantai yang masih digunakan oleh umat Hindu di sekitar Teluk Benoa untuk melakukan kegiatan ritual keagamaan seperti, pemelastian dan penganyutan.

Kawasan suci campuhan meliputi, kawasan suci laut, zona inti/utama mandala yang merupakan Pura Karang Tengah atau disebut pula dengan Pura Karang Suwung atau Pura Dalem Sagara, sebagai tempat melakukan kegiatan ritual keagamaan mulang pekelem.

Tempat suci/pura tersebar di Pulau Pudut, di pesisir daratan Serangan, pesisir daratan Benoa, pesisir daratan Tuban, pesisir daratan kelan, pesisir Tanjung.

Surat itu sendiri telah disusun oleh tim pada 20 Desember dan ditandatangani pada 21 Desember. Namun baru bisa diserahkan kepada Sekretaris Kabinet tanggal 28 Desember 2018.

"Karena beliau baru pulang dari tugas ke luar negeri tanggal 27 Desember malam," jelas Gubernur Koster. (*/NAI)


TAGS :

Komentar