Lebih dari 170 Program Menarik di Ubud Writers & Readers Festival 2019

Balitopnews.com, Ubud

Dalam waktu kurang dari empat minggu lagi, Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2019 akan kembali diseleggarakan. Festival yang djadwalkan pada tanggal 23-27 Oktober ini adalah salah satu dari lima festival sastra terbaik dunia untuk tahun 2019 versi The Telegraph UK. Mengusung tema “Karma” untuk 2019, Festival yang diprakarsai oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati ini kian diminati banyak kalangan. Bukan hanya para pencinta sastra, penggemar seni, dan pemerhati budaya saja, masyarakat yang tertarik dengan isu-isu global, politik, hingga lingkungan pun berbondong-bondong menghadiri pusat Ubud yang asri untuk bergabung dengan ratusan pembicara UWRF.

 

Tahun ini, UWRF akan menyambut lebih dari 180 pembicara dari 30 negara untuk mengisi lebih dari 170 program seperti diskusi mendalam, acara spesial, lokakarya penulisan dan budaya, peluncuran buku, pemutaran film, pameran seni hingga pertunjukan musik. UWRF menjadi wadah yang tepat bagi pengunjung Festival yang ingin berjumpa dan mendengarkan kisah-kisah luar biasa para penulis dan pembicara dari seluruh dunia, mengasah kemampuan menulis dan bidang kreatif lainnya melalui berbagi lokakarya, mengagumi beragam instalasi seni, serta larut dalam alunan harmoni para musisi favoritnya. Lebih intens lagi, pengunjung Festival juga dapat menghadiri peluncuran berbagai buku terbaru dan berkesempatan untuk berbincang dengan dengan sosok-sosok hebat di balik film terbaik Indonesia seusai pemutaran film.

Dari Main Program hingga Live Music & Arts, para pengujung akan dapat menikmati deretan program UWRF yang akan diselenggarakan di puluhan lokasi yang tersebar di Ubud. Nantinya, ada tiga lokasi utama yang akan menjadi tempat penyelenggaraan Main Program yaitu Festival Hub @ Taman Baca, Indus Restaurant, dan NEKA Art Museum. Ketiganya berlokasi di Jl. Raya Sanggingan, Ubud, Bali.

Setelah Gala Opening dan beberapa Free Events yang dijadwalkan pada Rabu (23/10/2019), Main Program UWRF akan dimulai pada Kamis (24/10/2019) dengan tiga panel berbeda, yaitu The Price of Democracy yang akan menelisik harga yang harus dibayar demi demokasi, Asia Pasific Futures on the Page, Stage, and Screen mengenai masa depan sastra Asia Pasifik, serta Karma and Kindness mengenai hubungan antara karma dan kebaikan. Selain tiga panel diskusi tersebut, masih banyak panel diskusi lain seperti Indonesian Emerging Writers 2019 yang menghadirkan kisah lima penulis emerging UWRF terpilih, hingga Islam Today di mana para panelis akan berbagi wawasannya mengenai persimpangan agama, identitas dan politik.

Berbagai pembahasan berbobot yang menarik untuk didengar, didiskusikan, dan ditelaah, akan mengisi ruang-ruang diskusi UWRF. Pengunjung Festival dapat bergabung dalam sesi Rise of the Tiger yang membicarakan tentang hal-hal yang diperlukan Indonesia untuk menjadi ‘harimau Asia’ berikutnya, Life After #MeToo yang membahas kehidupan setelah gerakan #MeToo yang mendunia, hingga Precious Peatlands yang mempelajari upaya konservasi, perlindungan, dan restorasi lahan gambut, serta bagaimana sastra berperan dalam menghubungkan manusia dengan alam. Selain itu, pengunjung Festival juga dapat menikmati tiga panel yang berkaitan dengan Bali, yaitu Bali’s Art Activist bersama para pegiat seni Bali, How Can Bali Survive? yang membahas langkah-langkah untuk bertahan dari perubahan sosial, budaya, dan ekologis yang masif di Bali, serta Bali’s Poet Priests yang merefleksikan pengaruh dan peninggalan para kawi-wiku (penyair-pendeta), terutama dalam penggunaan sastra sebagai media untuk mengasah pikiran dan menenangkan jiwa.

Di UWRF, para penikmat film dapat bergabung dalam sesi Indonesian Cinema as Soft Power untuk membedah masa depan film-film dalam negeri bersama sosok-sosok ternama perfilman Indonesia. Para pencinta fesyen pun mendapat tempat untuk bergabung dalam sesi Sartorial Art for Impact di mana para panelis akan berbagi kisah-kisah luar biasa mengenai tekstil dan belajar seni berbusana yang berguna bagi dampak sosial. Sementara itu, para pencinta sastra bisa ikut larut dalam sesi Imagining the Past bersama para panelis yang telah terbiasa menenun fiksi berdasarkan sejarah, dan panel yang tidak boleh dilewatkan yaitu Made Taro: A Lifetime of Storytelling, yang menghadirkan pendongeng legendaris Bali Made Taro untuk menceritakan kisahnya dalam merayakan cerita rakyat dan dongeng lisan selama hampir empat dekade.

Selain Main Program dengan beragam pembahasan beragam, pengunjung Festival juga dapat menikmati beberapa Special Events seperti Arts of the Archipelago di Padma Resorts Ubud yang akan yang akan menghadirkan pianis Indonesia berbakat, Ananda Sukarlan. Ada pula dua Special Events yang melibatkan Yotam Ottolenghi, penulis sekaligus chef asal Inggris yang populer dengan buku masak terbarunya SIMPLE. Ia akan hadir dalam Special Events bertajuk A Foodie’s Lunch with Yotam Ottolenghi di Casa Luna dan Cocktail Hour with Yotam Ottolenghi di Indus Restaurant.

Bagi pengunjung Festival yang ingin mengasah keterampilannya dalam bidang penulisan dan bidang kreatif lainnya, UWRF menyediakan berbagai lokakarya seperti Mengabadikan Kisah Kelana bersama Famega Syavira Putri, Writing and Performing Stand Up Comedy bersama James Roque, hingga Investigative Writing bersama Pailin Wedel dan Patrick Winn. Jika lebih tertarik dengan lokakarya budaya, Festival juga menghadirkan sederet pilihan seperti Batik Painting atau lokakarya membuat batik di Nirvana Pension, Herb Walk bagi pengunjung Festival yang ingin mengenal kekayaan alam terbaik yang tumbuh liar di sekitar kawasan Ubud, maupun lokarya budaya paling populer UWRF Culinary Jalan-Jalan.

Tidak terlewat, UWRF menyediakan program untuk anak-anak dan remaja dalam Children & Youth Program. Dari 15 program Children & Youth Program tahun ini, beberapa di antaranya yaitu belajar proses pembuatan komik superhero dalam sesi Create Your Own Superhero bersama anggota Bumilangit Comics Rizqi M. Mosmarth, belajar jurnalistik dalam sesi Young Journalists Club bersama jurnalis The Jakarta Post Sebastian Partogi, belajar membuat boneka mini dari bahan daur ulang dan merekamnya dalam cerita digital pendek dalam sesi Sampah Puppets bersama Super Funky Artists, dan belajar dasar anyaman bambu dengan kertas daur ulang untuk membuat ogoh-ogoh dalam Eco-Friendly Ogoh-Ogoh bersama seniman Marmar Herayukti. Semua sesi Children & Youth Program ini merupakan program tidak berbayar. Meski demikian, peserta tetap harus melakukan registrasi terlebih dulu melalui situs UWRF.

UWRF juga akan memuaskan hasrat para pencinta buku dengan menggelar peluncuran buku. Beberapa di antaranya adalah Nagabumi III: Hidup dan Mati di Chang’an oleh Seno Gumira Ajidarma, Sambal Nation oleh Bara Pattiradjawane, Fall Baby oleh Laksmi Pamuntjak, dan UWRF19 Bilingual Antology yang merupakan buku antologi yang memuat karya lima penulis emerging UWRF19 dan karya sepuluh penulis pilihan tim kurator UWRF. Selain keempat buku tersebut, masih banyak buku lain yang akan diluncurkan dalam rangkaian acara UWRF. Tema dan jenis bukunya pun beragam, dari perjalanan hingga kuliner, novel hingga buku mewarnai.

Pengunjung bisa menikmati pameran seni Gundala: A 50 Year Journey yang akan memamerkan karya seni Gundala dari Hasmi, pencipta asli, dan banyak seniman muda yang sekarang meneruskan warisannya, Karma Phala yang akan menampilkan karya seni bertajuk karma dari pembuat karya seni UWRF 2019, Samuel Indratma. Tidak terlewat, pameran seni Maladjusment yang menyatukan karya-karya utama dari seniman wanita Arahmaiani, I GAK Murniasih, dan Mary Lou Pavlovic. Maladjusment mengeksplorasi kekerasan terhadap perempuan dan feminisme antar budaya.

Selepas seharian menikmati sajian menarik dari UWRF, para pengunjung Festival juga akan dimanjakan oleh After Dark Events yang terdiri dari Film Program, Festival Club @ Bar Luna, dan Live Music & Arts. Pengunjung Festival dapat menikmati film Kucumbu Tubuh Indahku (2018), film karya sutradara legendaris Garin Nugroho  yang mengeksplorasi perjalanan batin berliku seorang penari Lengger Lanang. Baru-baru ini film tersebut dipilih oleh Indonesian Academy Awards 2019 sebagai film yang berhak mewakili Indonesia ke Academy Awards ke-92 untuk kategori International Feature Film. Ada pula pemutaran film Aruna dan Lidahnya (2018), film yang diadaptasi berdasarkan novel karya Laksmi Pamuntjak. Selama pemutaran film Aruna dan Lidahnya, penonton bisa mencicipi sejumlah hidangan khusus kreasi Chef Bara Pattiradwajane yang terilhami oleh novel dan film tersebut. UWRF juga menghadirkan film-film spektakuler lainnya seperti 27 Steps of May (2018) yang disutradarai oleh Ravi Bharwani dan ditulis oleh Rayya Makarim, hingga The Woven Path: Perempuan Tana Humba (2019), film dokumenter dua bagian karya sutradara Lasja F. Susatyo dan produser Olin Monterio yang mengisahkan perjuangan dan impian para wanita di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Seusai pemutaran film, UWRF akan menghadirkan sesi Q&A dengan sosok-sosok di balik pembuatan film-film tersebut, misalnya sutradara, penulis naskah, produser dan lainnya.

Untuk Festival Club @ Bar Luna, ada beragam diskusi kasual dengan tema-tema menarik. Beberapa di antaranya Didiet Maulana: Indonesian Chic bersama perancang bertalenta Didiet Maulana, On The Road Again dengan sederet penjelajah dunia terbaik UWRF yang membawa kisah-kisah perjalanan yang mengesankan dan menegangkan, hingga A Shared Past and Future bersama empat pendongeng dari Belanda dengan sejarah keluarga di Indonesia, di mana mereka mengeksplorasi pengaruh akar Indo-Belanda, kolonialisme dan migrasi dalam karya mereka.

Live Music & Arts di UWRF juga tidak kalah seru. Tahun ini, Festival meghadirkan kembali acara tahunan Poetry Slam atau adu berpuisi yang selalu mendebarkan dan penuh kejutan. Piknik Puisi dan Ekspresi juga masih tersedia sebagai wadah para perangkai kata untuk mempertunjukkan karya-karya terbaiknya. Tahun ini UWRF juga akan menghadirkan Simi’s Circus yang menghadirkan keajaiban sirkus dari Simi Genziuk, Poétique Ensemble berupa kolaborasi musik dan puisi yang menakjubkan, Moe Clark: Poetic Transformation persembahan artis pertunjukan Métis, Moe Clark, yang menganyam pertunjukannya dari lirik multibahasa, dan masih banyak lagi. Sebagai penutup perhelatan festival sastra ini, UWRF akan menghadirkan penampilan terbaik dari Akala, Irvine Welsh, The Hydrant, dan Celtic Room. Closing Night Party UWRF merupakan acara kesenian yang penuh dengan musik, tari, dan apresiasi, yang dapat dinikmati pukul 19.00-23.00 WITA pada Minggu (27/10/19) di Blanco Renaissance Museum.

Selain kategori program yang telah disebutkan di atas, ada pula program Fringe Events yang diselenggarakan di luar Ubud dan Satellite Events yang diselenggarakan di luar Pulau Bali. Informasi selengkapnya mengenai nama pembicara dan deretan program UWRF yang berbayar maupun tidak berbayar dapat diakses melalui situs http://www.ubudwritersfestival.com. ( Ballitopnews.com / Rls ) 


TAGS :

Komentar