Sebagai Cakra Ke-9 Dunia, Alasan Topeng Gajah Mada, Wayang Emas Pentas di Ulundanu Beratan Festival

Balitopnews.com, Tabanan

Kawasan Pura Ulun Danu Beratan, di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan, Bali sebagai cakra ke-9 di dunia,  menjadi salah satu alasan Topeng Gajang Mada dan Wayang Emas dipentaskan di Ulundanu Beratan Festival V.

Hal itu diungkapkan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti kepada sejumla wartawan Selasa ( 22 Oktober 2019).

Dikatakanya topeng gajah mada dan wayang emas itu  akan dipetasakan pada tanggal 24 Oktober bertepatan dengan pembukaan Ulundanu Beratan Festival V. “Akan kita pentaskan di dekat taman  beji menjelang pukul 12.00 Wita,” tandas Bupati Eka.

Dijelaskanya, pementasan Topeng Gajah Mada dan Wayang Emas dilakukan untuk menebar vibrasi perdamaian nusantara untuk kerahayuan bumi. Pementasan Topeng Gajah Mada dan Wayang Emas yang terbuat dari emas asli kisaran 18 hingga 22 karat ini awalnya mendapat wangsit dan terketuk hatinya untuk mementaskan Topeng dan Wayang Emas Sakral peninggalan Majapahit tersebut. "Saya sampai tergetar baru melihat benda-benda itu, benar-benar terpancar energi luar biasa dari benda sakral tersebut. Topeng gajah mada dan wayang emas kita pentaskan di Ulundanu Beratan Festival karena kawasan Ulundanu Beratan merupakan salah satu cakra dunia dari sembilan cakra dunia yang ada," ujarnya.

Topeng Gajah Mada dipentaskan secara kolosal melibatkan 70 orang penari yang sudah mahir. Pun untuk tarian Wayang Emas dipentaskan berbanyak. "Ini adalah pementasan kolosal pertama kali. Biasanya untuk ngayah hanya menggunakan 7 topeng," imbuhnya. 

Dijelaskan Bupati Eka, Topeng Gajah Mada dan Wayang Emas ini disimpan di Griya Peling, Banjar Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Gianyar. Untuk keberadaan Wayang Emas ini bernunasa agak mistis dan konon dijaga oleh Hyang Gaib. Bahkan dikatakan pernah hilang namun datang lagi. "Jadi memang agak mistis dan sakral. Ini yang menjadi daya tarik utama," katanya.

Dengan pementasan tarian sakral ini, diharapkan terpancar vibrasi positif untuk kerahayuan bumi, bisa membuat rakyat Indonesia harmomis setelah sempat terkotak-kotak dalam kepentingan politik, perbedaan suku dan agama. "Makna sumpah Mahapatih Gajah Mada Amukti Palapa kita bisa aktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," pesannya.

Dirinya menambahkan mengenai dengan festival, merupakan ajang tahunan yang bertujuan untuk mendongkrak kunjungan wisatawan ke Ulun Danu Beratan. Sebab festival V yang digelar juga akan mementaskan potensi-potensi yang di Danau Beratan seperti gebogan sayur, dan gebogan buah. "Yang terpenting festival kali ini ramah lingkungan sama sekali tidak menggunakan plastik sesuai dengan peraturan Gubernur," tegasnya. Disinggung dengan adanya peraturan Gubernur untuk tidak mementaskan tarian sakral secara massal, Bupati Eka menjawab tarian yang dipentaskan tidak ada melanggar sebab tidak untuk mengklaim mencari muri. "Ini tidak tari wali, justru kita dapat kehormatan, karena tarian ini sudah sering tampil tidak bersifat khusus melainkan lebih kepada ngayah," katanya.

Mengenai dengan keberadaan Wayang Emas, kisahnya berawal dari ketika Ida Pedanda Jungutan didatangi salah seorang warga dari Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan sekitar tahun 2009. Warga dari Gowa itu masih trah Majapahit yang punya misi sebagai penyelemat benda-benda bersejarah warisan Kerajaan Majapahit.

Kepada Ida Pedanda Jungutan warga Gowa tersebut mengaku menerima wangsit agar mengibahkan benda warisam Majapahit berupa Wayang Emas kepada semeton Griya Pelinh, Desa Adat Padang Tegal. Hibah Wayang Emas bukan untuk dimiliki namun dilestarikan agar bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Pada awal tahun 2009 orang Gowa itu kembali mengibahkan 25 Wayang Emas ke Griya Peling. Lalu di tahun 2010 kembali mengibahkan 15 Wayang Emas. Dan sampai di tahun 2013 jumlah Wayang Emas warisan Majapahit yang sudah tersimpan di Griya Pelinh mencapai 100 buah.

 

Dan bukan hanya Wayang Emas yang dihibahkan, orang Gowa itu juga mengibahkan 6 Topeng Gajah Mada, keris bertahta emas, kursi Gajah Mada berbahan perunggu.

 

Kemudian dari segi bentuk Wayang Emas ini merupakan hasil karya seni rupa tiga dimensi. Pakem wayangnya merupakan paduan jenis wayang Bali dan wayang Jawa. Paduan itu antara lain terlihat dari rias busana, figur wayang seperti Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sahadewa (Pandawa), Duruodana beserta adik-adiknya (Kurawa) yang khas pakemnya wayang jawa. Namun gelung khas Wayang Bali.Wayang Emas ini memiliki tinggi berkisaran antara 20 sampai 25 centimeter dan panjang gagang 10 centimeter. Ukuran fisik Wayang Emas ini relatif kecil, lebih kecil dari wayang Bali kisaran tinggi 30-50 centimeter.

 

 

Manajer DTW Ulun Danu Beratan I Wayan Mustika menjelaskan festival digelar dari tanggal 24 sampai dengan 27 Oktober 2019. Kegiatan sudah dimulai pada Selasa (22/10) dengan lomba penjor yang diikuti oleh 20 Seka Teruna Gebog Pesatakan Ulun Danu Beratan. Bahkan akan dimeriahkan juga dengan tradisi ngoncang. "Selama kegiatan festival empat hari sekitar 2.000 seniman terlibat dari Gebok Pesatakan dan seniman dari Kabupaten Tabanan," ujarnya.

 

Dijelaskan untuk anggaran festival digelontor sebesar Rp 1 miliar dari Pemkab Tabanan, Rp 400 juta dari Kementrian Pariwisata dan sisanya biaya promisi dari DTW Ulun Danu Beratan. "Festival digelar salah satunya untuk meningkatkan kunjungan dan kedua untuk memotivasi karena di tahun 2020 DTW Ulun Danu Beratan menaikkan tiket masuk kunjungan," tegasnya.

 

Konten lokal genius yang akan lebih menyemarakan festival kali ini. Diantaranya lomba gebogan sayur dan buah lokal yang melibatkan Ibu PKK di Gebog Pesatakan. Kemudian lomba kuliner vegetarian. Selama festival berlangsung pengunjung akan diberikan snak gratis berupa khas Ulundanu yakni jagung rebus dan ketela rebus. ( Balitopnews.com/MD)


TAGS :

Komentar