Dampak Corona, Kembali Bertani 

  • 27 April 2020
  • 12:04 WITA
  • News

TABANAN, Balitopnews.com - Sejak beberapa dekade lalu banyak tokoh terutama para pemerhati lingkungan khawatir karena dunia pertanian semakin ditinggalkan oleh krama Bali. Kekhawatiran itu juga muncul karena setiap tahunnya lahan-lahan pertanian Bali semakin menyempit akibat alih fungsi lahan.

 

Kini, ditengah mewabahnya virus corona atau covid-19, dunia pertanian seakan kembali dilirik. Setidaknya untuk dijadikan kegiatan selingan atau untuk menghindari kejenuhan dari berhari-hari "bertapa" untuk menghindari terjangkitnya virus corona.

 

Seperti halnya yang dilakukan oleh Ajik Gunggek seorang warga yang tinggal diseputaran jantung kota Tabanan. Ia yang dalam kesehariannya berprofesi sebagai guru ini mengaku, sejak sepuluhan hari terakhir dirinya rutin kesawah warisan leluhurnya.

 

"Saya tanami sereh dan berbagai jenis pisang dan dilahan ini tidak bisa lagi ditanami padi karena kesulitan mendapatkan air akibat maraknya pembangunan perumahan disekitar," ungkapnya.

 

Ajik Gunggek mengatakan, sebelum corona mewabah, sawahnya ini cukup lama tidak terurus dan menjadi seperti semak belukar. Ini dikarenakan ia tidak sempat menggarap, selain karena berpandangan bertani pekerjaan yang menguras fisik dan hasilnya kurang menjanjikan. 

 

"Dua hari pertama saya habiskan waktu untuk membersihkan semak-semak tersebut hingga kini sudah bisa ditanami sereh dan puluhan pohon pisang," jelasnya.

 

Serupa dengan Ajik Gunggek, seorang ibu rumah tangga di Desa Bengkel, Kediri, Tabanan Wayan Eka Wahyuningsih juga mengaku sejak beberapa minggu terakhir memilih rutin ketegalan untuk mengisi waktu luang akibat "diistirahatkan" oleh virus corona. Adapun aktivitas yang dilakukannya dari sekedar membersihkan lahan milik orang tuanya, juga dengan menanam beberapa jenis tanaman. Seperti misalnya bunga rosela.

 

Disebutkannya bunga rosela ini memang belum umum ditanam oleh para petani Bali. Ia hanya sekedar mencoba dan disebutkannya tumbuhnya cukup subur.

 

"Saya rencananya juga menanam cabe dan tanaman lain untuk memenuhi kebutuhan dapur," sebutnya.

 

Sebelumnya seorang komisioner Bawaslu Tabanan I Ketut Narta, SE., mengisi waktu luang ditengah wabah corona dengan bertani. 

 

Baik Narta, Ajik Gunggek maupun Eka Wahyuningsih seakan membuka mata kita semua, bahwa bertani sejatinya merupakan pekerjaan mulia. Bertani adalah jenis pekerjaan yang paling bertahan ditengah mewabahnya corona. 

 

Bertani juga seakan menjadi sebuah bukti bahwa berbaur lumpur itu luhur. Setidaknya dengan bertani mampu menjadikan pelakunya pada kemandirian pangan. Nah, masih malu bertani? Masih suka menjual tanah warisan leluhur? (Balitopnews/ ngr)

 


TAGS :

Komentar